OLEH-OLEH MUDIK II
KIM POKAK,-Laporan lanjutan OLEH-OLEH MUDIK Tahap ke II kali ni adalah momen halal bi halal.Idul Fitri selang 4 hari keluarga besar Bani wongso sentono mengadakan Halal Bi Halal.acara tersebut dilakukan setiap tahun setelah hari raya idul fitri dengan tujuan untuk mengumpulkan keluarga sebagai ajang Silaturahim karena keturunan simbah wongso sentono sudah banyak yang menyebar di berbagai daerah sehingga untuk mencari waktu yang pas untuk berkumpul ya waktu lebaran kayak Gini kebetulan yang dari luar daerah banyak yang lagi pulang modik untuk berkunjung ke orang tua atau sanak saudara kata Bapak ilham Suparno selaku sesepuh sekaligus koordinator dari keluarga tersebut.
Selanjutnya Ingin
mengetahui sejarah Halal Bi Halal...??? Silahkan simak di sini :
"ULAMA NU
SANG PENGGAGAS HALAL BI HALAL SENUSANTARA "
Penggagas
istilah "halal bi halal" ini adalah KH Abdul Wahab Chasbullah.
Ceritanya begini: Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia
dilanda gejala disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak
mau duduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan terjadi dimana-mana,
diantaranya DI/TII, PKI Madiun. Pada tahun 1948, yaitu dipertengahan bulan
Ramadhan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara, untuk
dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang
tidak sehat. Kemudian Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk
menyelenggarakan Silaturrahim, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana
seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahmi.
Lalu Bung Karno
menjawab, "Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain".
"Itu gampang", kata Kiai Wahab. "Begini, para elit politik tidak
mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan
dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus
dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling
menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi
halal'", jelas Kiai Wahab.
Dari saran Kiai
Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu,
mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri
silaturrahmi yang diberi judul 'Halal bi Halal' dan akhirnya mereka bisa duduk
dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan
bangsa.
Sejak saat
itulah, instansi-instansi pemerintah yang merupakan orang-orang Bung Karno
menyelenggarakan Halal bi Halal yang kemudian diikuti juga oleh warga
masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut
para ulama. Jadi Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kiai
Wahab menggerakkan warga dari bawah. Jadilah Halal bi Halal sebagai kegaitan
rutin dan budaya Indonesia saat Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang.
Kalau kegiatan
halal bihalal sendiri, kegiatan ini dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I atau
yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Setelah Idul Fitri, beliau
menyelenggarakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara
serentak di balai istana.
Semua punggawa
dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Kemudian budaya seperti ini ditiru oleh masyarakat luas termasuk organisasi
keagamaan dan instansi pemerintah. akan tetapi itu baru kegiatannya bukan nama
dari kegiatannya. kegiatan seperti dilakukan Pangeran Sambernyawa belum
menyebutkan istilah "Halal bi Halal", meskipun esensinya sudah ada.
Tapi istilah
"halal bi halal" ini secara nyata dicetuskan oleh KH. Wahab
Chasbullah dengan analisa pertama (thalabu halâl bi tharîqin halâl) adalah:
mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara
mengampuni kesalahan. Atau dengan analisis kedua (halâl "yujza'u" bi
halâl) adalah: pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan
dengan cara saling memaafkan.
Wallahul
Muwafiq ila Aqwamith Thoriq
KH Masdar Farid Mas’udi
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Diteruskan oleh
A.Rachman pengurus MWCNU kec.Jambangan
( Arman )
( Arman )
Komentar
Posting Komentar